KARYABANTEN.COM – Gerakan Mahasiswa Nasional indonesia (GMNI) sikapi tingginya angka putus sekolah di Kabupaten Tangerang, yang mencapai lebih dari 25 ribu anak. Dimana angka tersebut tertinggi se-Provinsi Banten.

Ketua GMNI Kabupaten Tangerang, Endang Kurnia mengatakan bahwa tingginya angka anak putus sekolah di Kabupaten Tangerang ini adalah ironi pahit di tengah geliat pembangunan dan kemajuan infrastruktur yang masif di daerah ini.

“Di satu sisi, Tangerang ini dikenal sebagai kawasan industri dan ekonomi yang tumbuh pesat, namun di sisi lain, hak dasar anak untuk memperoleh pendidikan masih terabaikan,” katanya kepada wartawan, Sabtu (26/4/2025).

Endang menyebut, Pemerintah daerah memang telah meluncurkan program seperti PAKADES (Pendidikan Kesetaraan Tingkat Desa), melalui Dinas Pendidikan. Namun fakta bahwa angka putus sekolah justru tertinggi di Provinsi Banten.

“Ini menunjukkan bahwa solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar persoalan,” ucapnya.

Lebih jauh, Endang menilai masalah administrasi dalam pendataan siswa, yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebabnya, justru memperlihatkan lemahnya sistem pengelolaan data pendidikan dan minimnya koordinasi antar instansi.

“Lebih dari sekadar data, anak-anak yang terputus dari pendidikan adalah potret ketidakadilan sosial,” ujarnya.

Menurut Endang, banyak dari mereka yang putus sekolah berasal dari keluarga kurang mampu, bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga, atau menikah di usia dini karena kurangnya pendampingan. Dalam konteks ini, pemerintah seolah terlalu fokus pada angka dan program, namun lupa mendengarkan langsung kebutuhan riil di lapangan.

“Jika dibiarkan, fenomena atau masalah ini akan menciptakan generasi tertinggal, sehingga dapat memperlebar kesenjangan sosial, dan pada akhirnya merugikan pembangunan daerah itu sendiri,” tegasnya.

Endang menyatakan, sudah saatnya pemerintah berhenti menutupi masalah dengan retorika dan mulai membenahi dari akar. Lebih lanjut, dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya responsif, tapi juga transformatif dimulai dari pendataan yang akurat, peningkatan akses pendidikan di wilayah-wilayah tertinggal, hingga penyuluhan dan perlindungan terhadap anak-anak rentan.

Ia pun kembali menegaskan, Tangerang bisa saja memiliki kawasan industri dan ekonomi yang maju. Tetapi katanya, semua itu akan kehilangan maknanya jika generasi mudanya saat ini justru dibiarkan tertinggal. “Pembangunan tanpa pendidikan adalah kemajuan yang rapuh. Kita harus bertanya: untuk siapa pembangunan itu jika bukan untuk mereka yang kini perlahan dilupakan oleh sistem,” tandasnya.

(Der/San)