KARYABANTEN.COM – Sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan dokumen pertanahan dengan terdakwa Charlie Chandra kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, pada Kamis (10/7/2025) siang. Dalam sidang kali ini dua orang saksi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan terkait riwayat dan legalitas Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 05/Lemo yang menjadi objek sengketa.

Saksi pertama, Aris Prasentyatoro yang dihadirkan oleh JPU mengatakan bahwa SHM 05/Lemo yang diterbitkan pada 14 Oktober 1969 atas nama The Pit Nio benar pernah dialihkan kepada atas nama Chairil Wijaya berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan PPATS di Kecamatan Teluknaga, Nomor 202/12/I.

Lalu, pada 9 Februari 1988, tanah seluas 87.000 meter persegi ini dialihkan kepada atas nama ayah terdakwa Charlie Chandra, yakni  Sumita Chandra melalui AJB bernomor 36 atau 38/5. “Dalam catatan buku tanah Sertifikat SHM 05/Lemo tersebut pernah mengalami tiga kali pemblokiran,” terangnya.

Namun pada 2018, terdapat surat dari pihak Agung Sedayu Group yang meminta pencabutan blokir dengan catatan administratif tertentu. Selanjutnya, pada 3 Maret 2023, dilakukan penyitaan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

Hingga akhirnya, SHM 05/Lemo atas nama Sumitha Chandra dibatalkan melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Banten Nomor 3/Pbt/BPN.36/3/2023 tertanggal 3 Maret 2023. “Sertifikiat atas nama Sumita Chandra dibatalkan karena cacat administrasi dan atau cacat yuridis pada 3 Maret 2023,” katanya.

Selanjutnya, kata Aris, berdasarkan surat dari Direskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 25 Mei 2023, penyitaan itupun dicabut, seiring dengan pemberhentian penyidikan dan pengembalian barang bukti berupa sertifikat tanah. Penghentian penyidikan ini secara resmi dinyatakan pada 29 Mei 2023. “Menurut buku tanah terakhir yang saya lihat, sertifikat itu kini tercatat atas nama PT Mandiri Bangun Makmur (MBM). Sebelumnya memang ada sejumlah catatan administratif yang tercantum,” ujarnya.

Lebih jauh, Aris menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan Kasus Pertanahan, pembatalan sertifikat ini dapat dilakukan melalui dua mekanisme:

Pertama, berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Dan kedua, karena adanya cacat administratif. Bentuk cacat tersebut meliputi kesalahan dalam pengukuran, penerbitan hak yang tidak sesuai prosedur, atau surat pendukung yang terbukti tidak valid.

“Tetapi pembatalan sertifikat itu (SHM 05/Lemo) kan prosesnya disengketa pada saat itu saya sudah pindah pak ke kanwil, ” imbuhnya.

Sementara itu Wahyono bin Muhammad Harun saksi kedua menjelaskan keterlibatannya dalam proses balik nama sertifikat atas permintaan Sukamto, yang disebut sebagai pihak keluarga dari terdakwa Charlie Chandra.

“Saat itu Pak Sukamto datang menyerahkan berkas permohonan balik nama waris. Saya hanya membantu meneruskan berkas tersebut ke bagian yang berwenang,” jelas Wahyono.

Wahyono yang juga merupakan pegawai BPN Kabupaten Tangerang ini, mengaku tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi atau verifikasi terhadap berkas tersebut.

Namun, setelah beberapa hari, dirinya mendapati bahwa berkas balik nama telah diteruskan ke bagian sengketa, dalam hal ini Edi. “Lalu, Selang beberapa waktu, saya didatangi oleh penyidik dari Polda Metro Jaya yang menyatakan ingin melakukan penyitaan terhadap SHM 05/Lemo, sebagai bagian dari proses penyidikan,” kata Wahyono.

(Der)