KARYABANTEN.COM – Sidang lanjutan kasus pidana yang menjerat terdakwa Charlie Chandra kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 Tangerang, pada Selasa, 29 Juli 2025. Agenda kali ini menghadirkan saksi ahli hukum pertanahan, Arsin Lukman, S.H yang didatangkan oleh penasihat hukum terdakwa.
Poin krusial dalam persidangan mencuat saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencecar ahli mengenai konsekuensi hukum Akta Jual Beli (AJB) yang terindikasi unsur pemalsuan.
Dalam persidangan, JPU menyoroti adanya niat jahat dari terdakwa Charlie Chandra, yang dengan sengaja menggunakan AJB palsu. Terdakwa, sebelumnya mengetahui ada masalah hukum, bahkan pihak tersangka kala itu mengakui telah memalsukan tanda tangan atau cap jempol pihak lain dalam AJB tersebut.
Fakta ini kemudian berimplikasi pidana terhadap tersangka lain, bahkan salah satu tersangka telah meninggal dunia namun namanya tercatat dalam sertifikat.
JPU lantas mempertanyakan implikasi hukum terhadap AJB-AJB turunan yang telah terjadi, mengingat adanya tindakan hukum lanjutan.
“Apakah AJB turunan tersebut harus dinyatakan batal oleh putusan pengadilan, atau setelah putusan pidana berkekuatan hukum tetap (inkrah), AJB tersebut tidak lagi memiliki kekuatan pembuktian?” tanya JPU kepada ahli.
Arsin Lukman, sang ahli, menjelaskan bahwa secara fundamental, perlu dibedakan antara ranah pidana dan perdata. Jika memang ada unsur pidana, proses pidananya harus tetap berjalan. Mengenai AJB, Arsin menyatakan bahwa setelah putusan pidana inkrah, pembatalan AJB harus dilanjutkan melalui permohonan pembatalan di ranah perdata.
JPU kemudian menyoroti Formulir 13 di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Formulir tersebut menyatakan bahwa tanah yang dimohon tidak dalam sengketa dan dikuasai secara fisik, serta semua berkas lampiran adalah sah. Apabila di kemudian hari terbukti palsu, pihak pemohon bersedia dituntut sesuai hukum berlaku.
JPU mempertanyakan pandangan ahli apabila ada isi formulir yang berbeda dengan kenyataan, mengingat hukum pidana mengejar kebenaran materiil.
Arsin Lukman menegaskan adanya dua disiplin ilmu yang berbeda. Hukum pidana mengejar kebenaran materiil, sementara hukum administratif dan perdata lebih fokus pada aspek formal.
“Itulah dua hal yang berbeda,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa tidak semua tindakan administratif yang bermasalah lantas menjadi pidana.
JPU pun kembali mempertanyakan pandangan ahli terkait pemohon yang sengaja memohon sertifikat meskipun mengetahui adanya masalah hukum pada tanah tersebut sejak puluhan tahun lalu, yang pada akhirnya berimplikasi pada BPN yang awalnya tidak mengetahui putusan pidana, namun akhirnya mengeluarkan keputusan pembatalan peralihan sertifikat.
Arsin Lukman menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) 397 Lampiran 13, kewenangan pembatalan peralihan sertifikat karena kesalahan administrasi atau yuridis berada di BPN Kantor Wilayah (Kanwil) atau BPN Pusat. BPN Kabupaten/Kota hanya bertugas untuk segera melaksanakannya.
Pertanyaan lain yang diajukan oleh JPU adalah bagaimana memandang peralihan hak yang diketahui sebelumnya ada masalah pidana, namun prosesnya tetap diteruskan dan secara formal terlihat bersih tanpa masalah. Apakah ini semata-mata masalah administrasi atau ada implikasi pidana di dalamnya?
“Jika memang terjadi seperti itu, yang pidana tadi harus diperkuat dengan perdatanya agar AJB maupun sertifikatnya dibatalkan,” jawab Arsin Lukman.
Ia kembali menekankan bahwa ini adalah dua disiplin ilmu yang berbeda.Mengenai pembatalan sertifikat, Arsin menjelaskan bahwa bisa disepakati secara perdata. Ia juga menegaskan bahwa BPN Kanwil atau BPN Pusat seharusnya melihat “sejarah” atau catatan terkait tanah tersebut.
“Sertifikat itu adalah salinan buku tanah, jadi pihak BPN sangat mudah untuk melihatnya,” kata Arsin.
Buku tanah sendiri berada di BPN dan harus dilaporkan setiap bulan, termasuk informasi mengenai blokir atau perkara. Arsin Lukman menyimpulkan bahwa BPN tidak serta merta mengetahui masalah pada sertifikat. Permasalahan baru diketahui ketika ada masukan dari pihak luar, seperti laporan dari pengadilan atau permintaan blokir dari polisi yang diperkuat oleh pengadilan.
Tinggalkan Balasan